Adakah setiap diri mampu berbuat yang terbaik karena Allah?
Ini pertanyaan besar mengingat bahwa diri (nafs) itu selalu cenderung menyuruh berbuat jahat. Sedangkan Allah telah memberi perintah untuk berbuat yang terbaik.
Seperti terdapat dua kondisi yang berseberangan. Bagaimanakah ini? Akankah diri (nafs) yang kodratnya telah ditetapkan selalu menyuruh berbuat buruk dapat mengikuti yang Allah kehendaki?
Mari kita simak ayat Allah tentang kecenderungan yang diperbuat oleh diri (nafs):
"Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu (diri) itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu (diri) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (QS. Yusuf: 53).
Dari keterangan ayat tersebut, bahwa setiap manusia akan cenderung berbuat jahat dan pasti takkan mampu menghindar dari kesalahan. Akan tetapi, ini yang membedakan, nafs (diri) sesungguhnya mampu berbuat sebaliknya, yakni baik, jika telah disayangi Allah.
Bagaimanakah nafs yang dirahmati oleh Allah itu? Pertanyaan ini sesungguhnya telah dijelaskan oleh Allah sendiri, yakni Allah akan mengampuni orang-orang yang bermohon ampunan kepada-Nya bagi yang telah menyadari akan kodrat dirinya.
Rahmat Allah Turun Ke dalam Jiwa yang Bertobat
Turun rahmat Allah ke dalam jiwa orang-orang beriman yang telah berbuat kesalahan disebabkan adanya pengakuan atas kesalahan dan berjuang untuk memperbaikinya dengan tidak mengulangi kembali.
"Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, maka katakanlah: "Salaamun-alaikum. Tuhanmu telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barang siapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertobat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (QS. Al-An'am: 54).
Penyesalan atas yang telah diperbuatnya sebagai 'salah dan dosa' tidaklah termasuk kodrat selain sebagai wujud perjuangan yang harus dilakukan. Itulah syarat yang akan meniscayakan bagi siapa pun dirahmati oleh Allah.
Dengan keluasan kasih sayang Allah, maka orang-orang yang telah dirahmati oleh Allah karena terampuni segala kesalahan dan dosanya akan dapat berbuat yang terbaik. Mereka tidak lagi berkecenderungan untuk memperturutkan hawa nafsu.
Jihad Akbar Jihad Nafs
Jihad atau perang terbesar adalah perang terhadap diri sendiri (nafs).
Karena itu, akan menemukan kesulitan jika tidak ada niat dan tekad yang kuat memerangi hawa nafsu dapat berbuat yang terbaik karena Allah.
Kecenderungan nafs yang tak dapat melepas begitu saja dari kejahatan menuntut perjuangan untuk mengendalikannya.
Tanpa itu, apa yang disebut baik dalam pandangan manusia (yang berhawa nafsu) tidaklah dapat disebut baik dalam pandangan Allah.
Sebaliknya, pada jiwa yang berkualitas karena telah dirahmati oleh Allah, akan selalu mengikuti apa yang menjadi kehendak Allah. Tak ada lagi cenderung mengikuti hawa nafsunya. Selalu ditunjuki untuk berbuat yang terbaik
Tentu saja hal demikian (khusus bagi yang telah dirahmati oleh Allah jiwanya) karena telah berjuang dengan sungguh-sungguh di jalan Allah.
Seperti apakah perjuangan yang dilakukan oleh orang-orang yang Allah rida menurunkan rahmat-Nya itu? Silakan simak: "Zikir Khafi: Strategi Perang Melawan Hawa Nafsu"
Berbuat baik, apalagi berbuat yang terbaik, adalah perintah Allah. Akan tetapi, untuk mewujudkannya sangat membutuhkan kesucian jiwa. Jika dalam kondisi jiwa yang tidak stabil karena tidak ada zikir di dalamnya (hati atau jiwa), maka sangat rentan jiwa mudah dibisiki setan laknatullah 'alaih.
Di situlah pentingnya berbuat untuk menyucikan jiwa.
Sekali lagi, berjuang mengendalikan hawa nafsu dengan berzikir di dalam hati (zikir khafi), khususnya yang telah benar-benar berniat untuk melakukannya, maka beristighfar adalah pilihan awal untuk memulai berzikir.
Mengapa Harus Beristighfar
Sesungguhnya Allah telah menetapkan akan kedudukan diri (nafs) memenuhi kesalahan dan selalu menyuruh berbuat jahat atau buruk.
Dengan bermohon ampunan yang sebenar-benarnya (taubatan nasuha), maka keadaan jiwa atau diri telah mengakui akan kekuasaan Allah dalam menciptakan dirinya. Dan, dengan begitu, diri (nafs) sangat mengharapkan agar Allah menempatkan di dalam keluasan kasih sayang-Nya (rahmat Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang).
Perbuatan baik akan dapat disebut baik jika berbuat baik itu berasal dari Allah yang telah menempatkan dirinya di dalam rahmat-Nya.
Artinya, berbuat yang terbaik itu pasti hanya dapat dilakukan jika datangnya dari Allah Yang Maha Muia lagi Maha Mengetahui.
Akan tetapi, dan ini yang sebaliknya, bahwa perbuatan baik dalam pandangan diri (nafs) manusia belum dapat dipastikan baik dalam pandangan Allah sekiranya tiada rahmat di dalam dirinya.
Pada kondisi jiwa atau hati yang semacam itu, dapatlah dipastikan ada penyakit di dalamnya. Itulah yang disebut penyakit hati. Allah swt telah berfirman:
"Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta" (QS. Al-Baqarah: 10).
Allah akan menambah penyakit di dalam hati jika tidak diperjuangkan untuk membersihkannya. Maka, tak ada lagi yang dapat diperbuat untuk kebaikan selain hati harus benar-benar bersih dari penyakit melalui berzikir di dalamnya.
Bagaimanakah cara berzikir yang telah ditetapkan oleh Allah? Silakan simak: Adab Orang Berzikir Kepada Allah
Maka, jelaslah bahwa berbuat yang terbaik itu bukan karena keinginan diri (nafs) selain harus terlebih dahulu diantarkan dengan kesucian jiwa.
Upaya yang terbaik untuk itu harus ada niat dan tekad yang kuat dipersiapkan demi meraih kasih sayang Allah.
Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Bijaksana pasti akan menunjuki jalan yang lurus untuk menemui kemahabaikan-Nya sebagai Tuhan Yang Maha Mulia lagi Maha Mengetahui.
"dan pasti Kami tunjuki mereka kepada jalan yang lurus. Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya" (QS. An-Nisaa: 68-69).
One thought on “Berbuat Terbaik Karena Allah”