Catatan Malaikat Pencatat Amal Baik dan Buruk hingga saat ini -- waktu hidup dan kehidupan umat manusia -- baru menjadi wacana bagi orang-orang beriman. Belum menjadi perhatian penuh untuk tidak diabaikan begitu saja dalam setiap langkah mereka di dunia fana ini. Percaya tapi tidak meyakini keberadaannya.
Jika orang-orang beriman yakin akan eksistensi kedua malaikat pencatat amal baik dan buruk ini (Rakib dan Atid), tentu saja, mereka tidak gegabah dalam mengambil setiap tindakannya. Keyakinan akhirnya menjadi salah satu ukuran bagi orang-orang beriman: Adakah mereka benar-benar beriman atau tidak terhadap ayat-ayat Allah?
Menurut Anda bagaimanakah respon keimanan Anda atas ayat berikut ini:
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri" (QS. Qaaf: 16-17).
Bagi yang benar-benar memperhatikan ayat di atas, tentu saja, dia akan benar-benar berbuat tidak asal berbuat selain selalu berjuang untuk tidak melanggar dari aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya saw.
Dari ayat tersebut di atas, Allah hendak menerangkan bahwa:
- Allah telah menciptakan manusia;
- Allah Maha Mengetahui isi hati;
- Allah telah memilih hati untuk mendekati hamba-hamba-Nya;
- Allah telah memberikan perintah kepada dua orang malaikat-Nya (Rakib dan Atid) untuk mencatat amal perbuatan manusia;
- Keduanya tetap duduk, satu di sebelah kanan, dan yang lain duduk di sebelah kiri.
Adakah orang-orang beriman, sekali lagi, telah benar-benar sangat meyakini apa yang difirmankan oleh Allah, sebagaimana ayat di atas? Pertanyaan ini akan memberikan perhatian kepada orang-orang beriman:
- Bagaimanakah hati orang-orang beriman hingga saat ini, adakah hatinya selalu mengingat Allah?
- Adakah orang beriman telah meyakini dan memulai zikir di dalam hati?
- Sudahkah orang-orang beriman meyakini bahwa Allah telah mendekati hatinya?
- Selama ini, adakah keyakinan bahwa kedua malaikat pencatat amal baik dan buruk senantiasa bersamanya, yang telah diperintahkan oleh Allah untuk mencatat seluruh amal perbuatannya?
Apabila keempat pertanyaan tersebut dijawab dengan hati yang jujur, maka akan dapat terjadi ada dua kelompok orang-orang beriman:
- Orang-orang beriman yang hatinya istiqamah berzikir hingga tercurahkan keyakinan yang sangat kuat hadirnya Allah di hati dan, tentu saja, Dia (Allah) pun benar-benar telah menunjuki atas hadirnya dua malaikat-Nya (Rakib dan Atid) tersebut;
- Orang-orang beriman yang hatinya kosong tidak berzikir (berzikirnya jika telah ada hanya sewaktu-waktu, tidak istiqamah) sehingga masih terjadi rasa keraguan bahwa Allah benar-benar hadir termasuk juga adanya kedua malaikat pencatat amal baik dan buruk tersebut.
Orang-orang beriman yang masih sulit untuk berzikir khafi (tersembunyi di dalam hati) adalah orang-orang yang masih suka memberi perhatian kepada kehidupan dunia yang fana ini. Akalnya masih di depan hatinya. Masih jauh ada niat untuk segera mengakhiri pengejaran kenikmatan dunia. Baca: Zikir Khafi Strategi Perang Melawan Hawa Nafsu
Berjuang Mengubah Catatan
Untuk mendapatkan kepastian atas keimanan kepada Allah dan Rasulullah saw, maka tidak dapat tertolak bagi orang-orang beriman harus berjuang mengubah catatan yang ada pada dua orang malaikat pencatat amal baik dan buruk (Rakib dan Atid). Tanpa ada perjuangan, maka takkan dapat mengubah catatan dosa menjadi catatan pahala. Kedua catatan tersebut akan dilaporkan kepada Allah dan terus tidak berubah hingga sampailah pada yaumil hisab (hari perhitungan).
Persoalan keimanan dan keyakinan ibarat dua keadaan yang saling mendukung. Jika sudah beriman, maka tak ada keraguan. Artinya pada pengakuan keimanan seseorang sudah pasti terdapat kemelekatan keyakinan. Persoalan yang muncul adalah lepasnya keyakinan tersebut dari dalam hatinya karena tiadanya perhatian yang sangat kuat kepada hati itu sendiri.
Hal tersebut bukanlah persoalan sepele. Mengembalikan sesuatu yang telah lepas sangat membutuhkan perjuangan yang sungguh-sungguh. Hati itu telah diciptakan oleh Allah untuk menempatkan cahaya-Nya bagi orang-orang yang telah mengaku beriman kepada Allah dan Rasul-Nya saw.
Cahaya Allah adalah eksistensi akan perwujudan Allah sebagai Tuhan Yang Maha Pencipta lagi Maha Luas ilmu-Nya. Zat-Nya tidak melekat pada keberadaan hati yang telah melepaskan cahaya-Nya itu. Dalam kondisi hati yang tak ada cahaya-Nya, maka Dia (Allah) pun takkan mencurakan rahmat-Nya.
Penyucian Jiwa
Adalah Dia (Allah) yang telah menerangkan ada keberuntungan bagi orang-orang yang menyucikan jiwanya. Keberuntungannya adalah diilhamkan oleh Allah ketakwaan. Dan merugilah orang yang mengotorinya. Kerugiannya adalah diilhamkan oleh Allah kefasikan (lihat QS, Asy-Syams: 8-10).
Mengapa harus berjuang melakukan proses penyucian jiwa? Dengan proses penyucian jiwa, maka di dalam hati orang beriman tidak ada penyakit. Jika berpenyakit, seluruh ibadah orang beriman masih tercampur dengan kebatilan. Sedangkan Allah telah memerintahkan agar memisahkan di antara keduanya dari dalam hatinya.
"Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang batil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui" (QS. Al-Baqarah: 42).
Untuk mengetahui secara rinci proses penyucian jiwa, silakan baca Penyucian Jiwa.