Hakikat Berdzikir
Hakikat Dzikir
 
Berdzikir tidak hanya sekedar berdzikir, melainkan ber-hablum minallah. Itulah hakikat berdzikir.
 
Menjalin hubungan dengan Allah di saat salat sudah seharusnya berlangsung dengan penuh khusyuk, tetapi salat tidaklah satu-satunya yang mengikat hubungan Allah menjadi dekat.
 
Berdzikir sebagai cara tetap berhubungan dengan Allah seharusnya juga berlangsung sesudah salat, sebagaimana berdzikir mengingat Allah di waktu salat.
 
Dzikir untuk mengingat Allah di waktu salat adalah sejalan dengan kehendak Allah: "dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku" (QS. Thaha: 14).
 
Demikian juga dzikir sesudah salat: "Maka apabila kamu telah menyelesaikan salat (mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah salat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman" (QS. An-Nisa: 103).
 
Adakah berdzikir benar-benar dapat mengikat hubungan seorang hamba dengan Allah semakin kuat dan dekat? Pastinya memang begitu. Allah swt telah berfirman: "Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku" (QS. Al-Baqarah: 152).
 
Sebuah kepastian hubungan seorang hamba dengan Allah semakin dekat dan kuat telah dinyatakan oleh Allah sekiranya berdzikir dilakukan secara terus menerus (istiqamah), baik di waktu salat maupun sesudah salat.
 
Tidakkah seorang hamba tak pandai bersyukur jika Allah mendudukkan dirinya menjadi dekat dengan Allah karena tak pernah putus berdzikir? Tentu saja dia harus pandai bersyukur (berterima kasih).
Orang yang suka berdzikir (tak pernah putus berdzikir) berada di dalam keluasan kasih sayang Allah. Dia (Allah) pasti menurunkan rahmat-Nya karena itu (berdzikir istiqamah di dalam hati seorang hamba).
 
Allah lebih dekat ke hati dan hamba-Nya juga tak pernah membiarkan hatinya tak berdzikir. "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya" (QS. Qaaf: 16).
 
Hubungan yang saling mengikat dengan penuh keikhlasan dari seorang hamba pastilah menuai keridaan Allah kepadanya (hamba tersebut).
 
Dengan rida, Allah pun akhirnya berbicara kepada hamba-Nya. Keluasan ilmu-Nya pun tercurahkan kepadanya.   
 
"Dan orang-orang yang tidak mengetahui berkata: "Mengapa Allah tidak (langsung) berbicara dengan kami atau datang tanda-tanda kekuasaan-Nya kepada kami?" Demikian pula orang-orang yang sebelum mereka telah mengatakan seperti ucapan mereka itu; hati mereka serupa. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Kami kepada kaum yang yakin" (QS. Al-Baqarah: 118).
 
Subhanallah. Penjelasan Allah di dalam Al-Quran hanya dapat dipahami dengan benar apabila hati seorang hamba benar-benar telah meyakini bahwa Allah pasti mendekati hamba-Nya ke hatinya karena di dalam hatinya selalu berdzikir tak pernah putus.
 
Sekali lagi, Maha Suci Allah dari orang-orang yang selalu menimbulkan fitnah atas ayat-ayat Allah, bahwa keagungan dan kekuasaan Allah tak dapat dipengaruhi hamba-hamba-Nya.
 
Berdzikir bukan sekedar berdzikir, melainkan Allah berkenan mengajak dialog dengan hamba-Nya yang suka berdzikir. Berdzikir bukan sekedar berdzikir,melainkan keluasan ilmu-Nya juga diturunkan kepada hamba-Nya karena Allah selalu diingat di dalam hatinya.
 
Berdzikir bukan sekedar berdzikir, melainkan Allah benar-benar mencintai hamba-Nya atas keikhlasan hamba-Nya telah benar-benar dimabuk cinta kepada-Nya.
 
 
Cintanya tidak bertepuk sebelah tangan. Hamba berdzikir (mengingat) Allah, Allah pun berdzikir (mengingat) hamba-Nya. Masya Allah la quwwata illa billah.
 
Semua berjalan mengikuti keridaan-Nya. Keridaan Allah benar-benar terwujud di dalam kehidupan seorang hamba karena ketundukan dan kepatuhan mengabdikan dirinya di hadapan kekuasaan Allah.
 
Buah berdzikir sangat menyejukkan jiwa, sedangkan hamba-Nya yang berdzikir tak lagi mengingkari atas nikmat-nikmat yang telah diberikan Allah kepada-Nya.
 
Bersujud, berkhidmat merendahkan diri di dalam kemahabesaran Allah telah mengantarkan ke dalam sebuah kepastian akan hukum kepastian Allah yang telah ditetapkan untuk seluruh alam semesata (rahmatan lil 'alamin).
 
Berdzikir menenangkan jiwa untuk hamba-Nya yang patut berjuang di jalan-Nya tanpa keterpaksaan dan pamrih.
 
Jika seluruh yang di langit dan di bumi bertasbih, adakah kini kaum mukmin berdzikir dan bertasbih sebagaimana mereka yang ada di langit dan di bumi? "Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun" (QS. Al-Isra': 44). ***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top