Al Hikmah: Cara Bijaksana Allah Memperkenalkan Diri-Nya
 
ilmu al hikmah tingkat tinggi
Ilmu Al hikmah Tingkat Tinggi
 
Al hikmah merupakan cara bijaksana Allah untuk memperkenalkan Diri-Nya. Karena itu, al hikmah bukanlah sebuah konsep yang harus dipelajari.  
 
Bagaimana ini maksudnya?
 
Anda akan menemukan kesulitan untuk memahami al hikmah sekiranya belum dianugerahi oleh Allah al hikmah. 
 
Karunia yang banyak akan dianugerahkan oleh Allah kepada Anda apabila Dia telah rida kepada Anda. 
 
Keridaan Allah sangat mengait dengan keikhlasan Anda dalam beribadah kepada-Nya. 
 
Karena itu, nilai keikhlasan menjadi sangat penting bagi kaum mukmin yang berharap Allah menganugerahkan kebijaksanaan-Nya.   

Al Hikmah

Apa Itu Al hikmah?

Al hikmah adalah kebijaksanaan Allah yang diberikan kepada seorang hamba yang sangat tulus mengikuti apa yang menjadi kehendak Allah.
 
Apa saja yang diberikan oleh Allah dengan al hikmah itu? 
 
Jawaban Allah ada di dalam ayat-Nya berikut ini:
 
"Allah menganugerahkan al hikmah (pemahaman yang mendalam tentang Al-Quran dan banyak hal lainnya) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa yang dianugerahi al hikmah itu, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)." (QS. Al-Baqarah: 269).
 
Kekuatan jiwa seorang hamba dalam menjalin hubungan dengan Allah berbuah Allah menurunkan al hikmah.
 
Dengan al hikmah, seseorang yang sebelumnya tidak tahu tentang perkara-perkara yang tidak dapat dijangkau akal-pikiran akhirnya  menjadi tahu. Dari sebelumnya tidak pernah melihat akhirnya dapat melihat.
 
Mengetahui apa dan melihat apa?
 
Banyak hal yang tidak dapat dijangkau oleh pemahaman akal pada umumnya.

Ilmu Al hikmah 

Sejauh mana al hikmah dapat disebut sebagai ilmu?
 
Untuk mengetahui apakah al hikmah merupakan ilmu yang, tentu saja, memiliki nilai positif, maka terlebih dahulu harus diketahui bahwa al hikmah itu diturunkan oleh Allah kepada siapa yang Dia (Allah) kehendaki. 
 
Acuannya dapat ditemukan di dalam al quran, sebagaimana tersebut pada surat al baqarah ayat 269 di atas. 
 
Itu berarti al hikmah tidak termasuk ilmu yang dapat dipelajari, selain Allah-lah yang mengajarkannya melalui seorang wasilah (perantaraan), yakni para wali-Nya dan terus bersambung kepada Baginda Nabi Muhammad saw. 
 
Metode pengajaran al hikmah sebagai ilmu tidaklah sama sebagaimana ilmu pengetahuan yang dapat dipelajari dengan kemampuan proses berpikir cerdas otak manusia pada umumnya. 
 
Al hikmah diajarkan di wilayah yang sulit dijangkau oleh akal pikiran manusia, selain hanya dapat diyakini oleh hati yang tertanam nilai-nilai keimanan yang sangat kuat. 
 
Karena itu, ilmu al hikmah harus diajarkan oleh seorang wasilah yang ahli hikmah. Dan, tidaklah cukup untuk menilai seseorang telah patut menjadi ahli hikmah sekiranya Allah belum meridhainya.
 
Keridhaan Allah adalah kata kunci yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk memosisikan seseorang telah patut menjadi Guru atau Mursyid ilmu al hikmah. 
 
Setidaknya ada tanda-tanda kekuasaan Allah yang telah sampailah kepadanya. Al hikmah yang telah dianugerahkan oleh Allah ditujukan kepada ulul albab (orang-orang) berakal. 
 
Allah telah menyebut ulul albab pada al quran surat ali imran ayat 190-191, dengan memiliki karakteristik: 
 
1.Selalu berzikir 
2.Selalu bertafakur 
3.Selalu bertasbih 
4.Selalu berlindung kepada Allah 
 
Dilakukan setiap berdirinya, duduknya dan berbaringnya di dalam hatinya. 
 
Karena itu, seorang ahli hikmah sesungguhnya adalah seorang ahli zikir.  

Ilmu Al hikmah Tingkat Tinggi

Sebagai ilmu yang diajarkan dan bukan harus dipelajari, maka al hikmah merupakan ilmu tingkat tinggi. Maksudnya adalah al hikmah yang sampailah kepada seseorang itu karena atas kehendak Allah, bukan atas keinginan dirinya sendiri. 
 
Allah hendak mengajarkan al hikmah melalui perantaraan ahli zikir yang ahli hikmah. Kedudukannya telah sampailah pada keridhaan Allah yang telah didudukan menjadi seorang waliyan mursyida.
 
Seorang Wali Allah bukanlah tipikal orang yang mengajarkan ilmu al hikmah atas keinginannya sendiri, selain karena Allah-lah yang menghendakinya. Al hikmah adalah kebijaksanaan Allah yang diturunkan untuk menjadi sebuah metode dalam mengajak orang ke jalan-Nya yang lurus. 
 
Maka, dengan kondisi yang seperti itu, ilmu al hikmah tingkat tinggi tidak mudah dipelajari tanpa melalui proses pembimbingan oleh seorang Wali Allah. 
 
Mengapa ilmu al hikmah tingkat tinggi tidak boleh dipelajari selain Allah-lah yang mengajarkan melalui seorang wasilah? Jawabannya, tentu saja, karena telah ditetapkan oleh Allah sebagai hukum yang harus dipatuhi dan ditaati. 
 
Perintah Allah untuk mencari seorang wasilah sangat jelas: 
 
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah (jalan) yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Ma’idah: 35). 
 
Sedangkan wasilah yang ditunjuk oleh Allah untuk mengajarkan ilmu yang dianugerahkan oleh Allah (al hikmah) adalah ahli zikir. Hal demikian telah ditetapkan oleh Allah pada ayat-Nya: 
 
“Kami tiada mengutus rasul-rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah olehmu kepada ahli zikir (orang yang diberi ilmu), jika kamu tiada mengetahui.” (QS. Al-Anbiya’: 7). 
 
Kedudukan seseorang telah sampai kepada derajat seorang Wali Allah melalui proses pengajaran yang panjang oleh Allah dan Rasul-Nya (Rasulullah saw dan Rasulullah yang lainnya dari kalangan para Nabi as.) secara langsung di wilayah kekuasaan Allah. 
 
Hal yang demikian sulit dipahami oleh orang-orang yang belum sampai pada maqamnya. 
 
Allah azza wa jalla telah menerangkan di dalam al quran: 
 
“Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan menyucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al Hikmah (As Sunnah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah: 151). 
 
Bagi seorang Wali Allah (yang masih hidup di alam dunia ini) hal semacam itu (ayat tersebut di atas) adalah nyata karena Allah telah mengajarkan (memberi pengetahuan sedikit tentang ruh) hingga memahami bahwa Rasulullah saw itu masih hidup. 
 
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".” (QS. Al-Isra’: 85). 
 
Hidupnya Rasulullah saw, para Nabi Allah dan kaum soleh salaf (aulia Allah) selalu mengajarkan kepada yang masih hidup. Tentu saja, yang dimaksud masih hidup adalah orang-orang soleh yang selalu berjuang di jalan Allah. 
 
Allah telah memperingatkan bahwa terlarang mengatakan atas orang-orang yang gugur di jalan Allah itu disebut mati, sesungguhnya mereka itu hidup.  
 
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” (QS. Al-Baqarah: 154). 
 
Jadi, di sinilah letak tingginya ilmu al hikmah. Tidak dapat hanya dijangkau dengan akal yang jernih melainkan harus memiliki keyakinan yang tinggi (kuat) dan ketakwaan yang sangat kuat (paling bertakwa).   

Allah Memperkenalkan Tanda-Tanda Kekuasaan-Nya

Orang-orang yang tidak mengetahui kebingungan ketika menyaksikan apa yang diperbuat oleh seseorang yang telah dianugerahi oleh Allah al hikmah.
 
"Dan orang-orang yang tidak mengetahui berkata: "Mengapa Allah tidak (langsung) berbicara dengan kami atau datang tanda-tanda kekuasaan-Nya kepada kami?" Demikian pula orang-orang yang sebelum mereka telah mengatakan seperti ucapan mereka itu; hati mereka serupa. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Kami kepada kaum yang yakin." (QS. Al-Baqarah: 118).
 
Tanda-tanda kekuasaan Allah merupakan kebijaksanaan Allah yang diturunkan kepada seorang hamba melebihi dari apa yang sulit akal menjangkaunya. 
 
Contohnya Ibunda Maryam (ibu dari Nabi Isa a.s) yang mendapatkan makanan dari sisi Allah yang membuat Zakaria keheranan sampailah dia berkata kepadanya, sebagaimana telah tertulis dalam al quran:
 
"Setiap Zakaria masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakaria berkata: "Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?" Maryam menjawab: "Makanan itu dari sisi Allah". Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab." (QS. Ali Imran: 37).
 
Cerita itu dikisahkan kepada Nabi Muhammad saw dengan kalimat-Nya sebagai berikut:
 
"Yang demikian itu adalah sebagian dari berita-berita gaib yang Kami wahyukan kepada kamu (ya Muhammad); padahal kamu tidak hadir beserta mereka, ketika mereka melemparkan anak-anak panah mereka (untuk mengundi) siapa di antara mereka yang akan memelihara Maryam. Dan kamu tidak hadir di sisi mereka ketika mereka bersengketa." (QS. Ali Imran: 44).
  
Adakah berita gaib itu tertolak oleh Nabi Muhammad saw? Anda pasti tahu jawabannya.
 
Berita gaib juga telah sampailah kepada Rasulullah saw, bahwa Ibunda Maryam diajarkan oleh Allah Al-Kitab, Al Hikmah, Taurat dan Injil.
 
"Dan Allah akan mengajarkan kepadanya Al-Kitab, Hikmah, Taurat dan Injil." (QS. Ali Imran: 48).
 
Bukankah Ibunda Maryam itu bukan seorang nabi, mengapa Allah mengajarkan kepada beliau sebagaimana layaknya seorang nabi?
 
Inilah jawaban Allah:
 
"Dan (ingatlah) ketika Malaikat (Jibril) berkata: "Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, menyucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa dengan kamu)." (QS. Ali Imran: 42).
 
Subhanallah, itulah tanda-tanda kekuasaan Allah dianugerahkan kepada siapa yang Dia kehendaki.   

Allah Menganugerahkan Al hikmah

Pertanyaan besar muncul, siapakah yang dikehendaki oleh Allah itu hingga Dia ridha menganugerahkan al hikmah? 
 
Jawabnya adalah orang-orang berakal (ulul albab).
 
Ulul albab itu tidak menunjuk kepada cerdasnya otak seorang hamba, melainkan pada hatinya yang selalu terjaga dari mengingat Allah, bertasbih dan selalu berlindung kepada Allah.
 
Hatinya ikhlas mengikuti yang Allah kehendaki, yakni ketika Allah berfirman: 
 
"Sebutlah nama Tuhanmu di hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut..." (QS. Al-A'raaf: 205).
 
Tanpa henti orang-orang berakal selalu berzikir, tafakur, bertasbih dan berlindung kepada Allah, baik dalam keadaan berdiri, duduk dan berbaring.
 
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,  (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." (QS. Ali Imran: 190-191).
 
Itulah perkataan Allah yang tak tertolak akan kebenarannya. Ayat-ayat Allah itu nyata. 
 
Adakah anugerah al hikmah itu hanya cukup dianugerahkan saja tanpa diajarkan lebih lanjut? Allah telah menerangkan bahwa Rasulullah saw mengajarkan al quran dan al hikmah kepada siapa umatnya yang telah mendapatkannya.
 
"Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan menyucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan Al Hikmah (As Sunnah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui." (QS. Al-Baqarah: 151). 
 
Melalui pengajaran al-hikmah -- juga pengajaran al-quran dan pengajaran yang tidak diketahui oleh umatnya -- itulah Rasulullah saw mengantarkan umatnya melalui wasilahnya untuk mengenali Tuhannya azza wa jalla.   

Cara Bijaksana Allah Memperkenalkan Diri-Nya

 
Sebagai Tuhan Yang Maha Mengetahui, Allah telah menetapkan untuk memperkenalkan Diri-Nya kepada segenap umat manusia. Akan tetapi, pada kenyataannya, sangat sedikit jumlahnya orang-orang yang beriman sangat berhasrat untuk menjumpai-Nya.
 
Bagi mereka (orang-orang beriman) yang peduli akan firman Allah berikut ini pasti akan diantarkan oleh Allah jalan menuju kepada-Nya:
 
"Katakanlah: "Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa". Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya" (QS. Al-Kahfi: 110).   
 
Beramal saleh dan tidak syirik dalam beribadah kepada Allah bukanlah konsep pemikiran manusia, melainkan kehendak Allah yang harus didekati dengan keluasan ilmu-Nya. Tanpa petunjuk dan bimbingan ilahiah, maka banyak kaum mukmin yang terjebak oleh hasutan hawa nafsu.
 
Beribadah juga bukan produk pemikiran manusia selain harus diperjuangkan dengan apa yang menjadi kehendak Allah yang telah diturunkan melalui Rasulullah saw -- Al-Quran Al-Karim.
 
Di dalam al quran, Allah telah menerangkan banyak hal yang harus diikuti secara istiqamah. Seperti contoh ibadah salat. Allah telah menegaskan bahwa:
 
"Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan" (QS. Al-'Ankabut: 45).
 
Antara perintah dan larangan Allah telah diturunkan  dalam satu ibadah. "Dirikanlah salat" sebagai perintah Allah dan "Mencegah atau jangan berbuat keji dan mungkar" adalah larangan Allah.
 
Keduanya harus benar-benar dipatuhi. Jika hanya salah satu saja, yakni menjalankan perintah Allah, sedangkan apa yang dilarang oleh Allah tidak dipatuhi, maka berarti nilai ibadah salat itu tidak sebagaimana yang Allah kehendaki.
 
Apa takwilnya?
 
Salat yang tidak berdampak positif adalah sama dengan salat tidak memiliki nilai ganjaran dari Allah. Salat yang dijalankannya lebih cenderung mengikuti hawa nafsu daripada yang seharusnya diikuti sebagaimana yang dikehendaki Allah.  
 
Salat itu belum mencapai pada hakikat salat, selain baru sampai dapat mengerjakan salat tanpa nilai ganjaran yang berbobot. Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana hanya memberi pahala seberat biji (zaroh).
 
Hal inilah yang masih banyak belum disadari. Karena itulah Allah memberi perintah kepada kaum mukmin untuk berjuang di jalan Allah membersihkan dari berbagai penyakit hati karena rongrongan hawa nafsu.
 
Kata Nabi saw, "Jihadul akbar, jihadun nafs" -- Perang terbesar adalah perang terhadap hawa nafsu.
 
Dengan kata lain, menyucikan jiwa untuk memerangi hawa nafsu menjadi kunci utama dalam beribadah kepada Allah.
 
Hanya orang-orang berakallah yang dapat mengambil pelajaran dari ayat-ayat Allah. Merekalah, sebagaimana yang telah diterangkan sebelumnya, orang-orang yang dikehendaki oleh Allah hingga Allah ridha menganugerahkan dan mengajarkan al hikmah.
 
Dan, Allah pun rida memperkenalkan Diri-Nya.
 
   
   

6 thoughts on “Al Hikmah: Cara Bijaksana Allah Memperkenalkan Diri-Nya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top