Dzikir melawan hawa nafsu sangat penting untuk dilakukan. Secara kodrati, hawa nafsu umat manusia selalu menyuruh berbuat jahat. Karena itu, hawa nafsu harus dapat dikendalikan. Cara mengendalikan hawa nafsu berarti mengerahkan kemampuan untuk mencegah terjadinya perbuatan-perbuatan jahat yang dirongrong oleh bisikan setan yang biasa bersembunyi ke dalam dada manusia.
Allah swt berfirman:
"Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia. Dari (golongan) jin dan manusia." (QS. An-Nas: 1-6)
Cara yang paling efektif untuk melawan hawa nafsu adalah dzikir. Pertanyaan berikutnya adalah dzikir melawan hawa nafsu itu dzikir yang bagaimana? Dzikir apa yang paling tepat untuk diamalkan melawan hawa nafsu itu?
Untuk mengetahui secara rinci apa dan bagaimana dzikir melawan hawa nafsu, maka terlebih dahulu harus memahami apa makna dari dzikir itu?
Makna Dzikir
Secara bahasa, dzikir adalah mengingat Allah. Cara untuk mengingat Allah bukan dengan menghafalkan atau, apalagi, mengkhayalkan. Tetapi, cara berdzikir adalah dengan menyebut atau menyeru asma Allah.
Allah swt telah berfirman:
"Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaulhusna (nama-nama yang terbaik) .." (QS. Al-Isra' 110).
Pada ayat lain, Allah juga berfirman:
"Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai." (QS. Al-A'raaf: 205).
Dari kedua ayat tersebut, maka makna dzikir adalah mengingat Allah dengan cara menyebut asma-Nya di dalam hati yang dilakukan:
- dengan merendahkan diri dan rasa takut;
- dengan tidak mengeraskan suara (lembut);
- di waktu pagi dan petang;
- sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya (QS. Thaaha: 130);
- pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari (QS. Thaaha: 130);
- di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring (QS. An-Nisaa: 103);
- yang sebanyak-banyaknya (QS. Al-Ahzab: 41).
Demikianlah makna dzikir yang terdapat di dalam Al-Quran.
Jika terkait dengan upaya untuk melawan hawa nafsu, adakah ayat Allah yang menunjukkan sebuah dzikir yang sepatutnya dilakukan? Dengan kata lain, adakah dzikir melawan hawa nafsu itu? Jawabnya ada.
Inilah ayat-Nya:
"Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Yusuf: 53).
Istighfar: Dzikir Melawan Hawa Nafsu
Dari Quran Surat Yusuf ayat 53 di atas, ternyata istighfar (astaghfirullahal 'adhim) adalah dzikir melawan hawa nafsu.
Mengapa istighfar disebut dzikir?
Istighfar atau kalimat permohonan ampunan kepada Allah yang lafadznya berbunyi astaghfirullahal 'adhim disebut dzikir karena Allah Yang Maha Agung disebut atau diseru dalam sebuah permohonan untuk diampuni atas segala kesalahan dan dosa.
Ingat, sekali lagi, menyebut atau menyeru asma Allah itu dzikir.
Pertanyaan selanjutnya adalah mengapa istighfar adalah dzikir melawan hawa nafsu?
Patut untuk diketahui, bahwa yang dimaksud "melawan" itu adalah memerangi. Hal ini dinisbatkan pada kata "jihad" sebagaimana Nabi saw telah bersabda: "Jihadul akbar jihadun nafs" (Perang terbesar adalah perang terhadap hawa nafsu).
Jadi, pemahaman yang utuh dari kalimat Dzikir Melawan Hawa Nafsu adalah dzikir untuk memerangi hawa nafsu.
Sekarang, mari kita simak secara mendalam Quran Surat Yusuf ayat 53 di atas. Pada ayat tersebut telah diterangkan oleh Allah atas keberadaan atau eksistensi manusia dan Diri-Nya, bahwa:
- Manusia tidak dapat terbebas dari kesalahan;
- Nafsu bersifat jahat;
- Nafsu yang disayangi Tuhan (Allah) adalah nafsu yang tidak lagi cenderung berbuat jahat;
- Sesungguhnya Allah Maha Pengampuan lagi Maha Penyayang.
Dari keempat hal tersebut, dapatlah dipahami bahwa sesungguhnya kecenderungan manusia berbuat jahat sangat besar karena telah diciptakan hawa nafsu oleh Allah.
Karena itu, jika manusia tidak ada perjuangan untuk menghindarinya, pastilah terjebak pada perbuatan jahat.
Inilah yang menjadikan kepastian lahirnya perjuangan untuk memerangi hawa nafsu.
Rahmat Allah akan turun jika berjuang memerangi hawa nafsu benar-benar dilakukan.
Dari ayat yang dimaksud juga sangat jelas bahwa Allah telah menyatakan Diri-Nya sebagai Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Alhasil, dengan kalimat yang telah diturunkan pada Quran Surat Yusuf ayat 53 dapatlah dipahami, yaitu: Allah akan menurunkan kasih sayang-Nya (rahmat) kepada orang-orang beriman yang bersungguh-sungguh bermohon ampunan (beristighfar) kepada-Nya untuk dibebaskan dari kesalahan dan dosa yang telah diperbuatnya.
Tidak cukup hanya itu, selain harus ada niat yang tulus untuk tidak mengulangi kembali atas perbuatan-perbuatan yang telah dilaluinya dan berupaya untuk memperbaikinya.
Allah swt telah berfirman:
"Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, maka katakanlah: "Salaamun-alaikum. Tuhanmu telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barang siapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertobat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-An'am: 54).
Pada ayat yang lain, Allah swt telah berfirman:
"Dan orang yang bertobat dan mengerjakan amal shaleh, maka sesungguhnya dia bertobat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya." (QS. Al-Furqan: 71).
Dengan kata lain, dzikir istighfar yang dilakukan dengan niat seperti itu merupakan suatu bentuk perjuangan (jihad) untuk memerangi hawa nafsu.
- Dzikir Istighfar di Dalam Hati
Setelah diketahui bahwa dzikir istighfar merupakan cara yang telah ditetapkan oleh Allah untuk mengembalikan manusia pada fitrahnya, yakni bersih seperti bayi yang baru lahir, maka upaya yang dilakukan dalam berdzikir melawan hawa nafsu, yakni beristighfar harus juga mengikuti ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan oleh Allah.
"Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut," (QS. Al-A'raaf: 205).
Ketentuan tersebut, yakni dzikir di dalam hati, harus diikuti karena merupakan perintah Allah untuk orang-orang beriman.
Bukan tidak boleh berdzikir di lisan, selain keutamaan dzikir di hati telah menjadi ketentuan yang pasti berdampak positif bagi hati itu sendiri.
Allah swt telah berfirman:
"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram." (QS. Ar-Ra'd: 28).
Hati (ruhaniah) sesungguhnya adalah manusia (al-insaniah) itu sendiri. Jika akal telah memahami akan eksistensi manusia sebagai makhluk yang dimuliakan oleh Allah, maka tentu saja keutamaan dzikir di dalam hati (ruhaniah) tidak bisa diabaikan, selain harus diikuti dengan penuh keimanan dan keikhlasan.
- Dzikir Sebanyak-Banyaknya di Setiap Keadaan dan Waktu
Selain harus dilakukan di dalam hati atau dilakukan secara tersembunyi (khafi), dzikir melawan hawa nafsu, yaitu istighfar juga harus dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya atau tanpa ada jumlah yang dihitung secara nominal di saat berdiri, duduk dan berbaring. Baik di waktu pagi, siang, petang maupun malam.
Itu adalah ketentuan yang telah diturunkan di dalam Al-Quran yang sangat jelas merupakan kehendak Allah yang harus ditaati oleh orang-orang beriman.
khaiir